Salam pecinta romance,
Untuk postingan perdana dalam blog ini, Jurnal Happily Ever After akan mereview buku terbaru dari salah satu pengarang favoritku, DUKE OF MIDNIGHT oleh Elizabeth Hoyt. Nama Elizabeth Hoyt sudah tidak asing lagi di telinga penggemar genre historical romance. Elizabeth Hoyt terkenal akan buku-bukunya yang sensual dan karakternya yang kompleks. Buku-buku Elizabeth Hoyt pernah menyabet Romantic Times Reviewer’s Choice Awards dan sering masuk nominasi RITA, penghargaan bergengsi bagi penulis novel romance di Amerika. Dan coba lihat betapa cantiknya cover buku ini! (Tapi biasanya kalau bukunya dialihbahasa Indonesia, pasti cover juga bakalan diubah.)
WHEN A MASKED MAN . . . MEETS HIS MATCH . . . DESIRE IGNITES A DANGEROUS PASSION |
RATING :
Storyline: 4 stars
Characters: 5 stars
Steam: 5 stars
OVERALL RATING: 4 STARS
Dari segi ceritanya, Duke of Midnight ini mirip cerita Batman ketemu Pride and Prejudice. Maximus Batten, Duke of Wakefield menyaksikan orang tuanya dibunuh dengan keji di jalanan kumuh St.Giles ketika usianya masih 14 tahun. Sejak saat itu, Maximus yang penuh dengan kemarahan bertekad untuk menuntut balas. Ketika malam menyelimuti St Giles, Maximus menjelma menjadi sosok Ghost of St Giles yang tanpa ampun menghabisi penjahat-penjahat yang meneror masyarakat St.Gilles.
Di sisi lain, heroine kita, Artemis Greaves adalah sepupu sekaligus paid companion dari si pewaris cantik Penelope Lady Penelope Chadwicke. Paid companion ini semacam profesi perempuan-perempuan yang belum menikah atau sudah janda untuk memperoleh penghasilan dengan menjadi pendamping perempuan-perempuan kaya. Kerjaannya macam-macam, mulai dari mengangkat belanjaan majikannya, mengurus korespondensi, membacakan buku, dan lain-lain, yah kalau sekarang mungkin kayak asisten pribadi gitu. Pokoknya kerjaan paid companion itu buat memenuhi segala keinginan dari majikannya. Statusnya lebih tinggi dari pembantu, tapi di bawah bangsawan, makanya companion seperti Artemis ini sering gak diperhatiin dan kadang dianggap gak lebih dari furniture aja. Huuu sadis juga ya zaman dulu!
Salah satu kerjaan Artemis, dia harus menemani Penelope ke mana pun Penelope ingin pergi, termasuk ke St. Giles. Penelope bertaruh dengan temannya bahwa ia berani pergi ke St Giles dan minum gin di salah satu bar di sana. Pada tengah malam Taruhan ini adalah taruhan yang sangat bodoh, mengingat St. Giles pada malam hari merupakan tempat yang berbahaya, terutama bagi perempuan dari kalangan bangsawan seperti Penelope. Tapi yah memang si Penelope keras kepala, ia gak mau mau mundur dari taruhan, ia dan Artemis pun pergi ke St. Giles.Dan benar saja, Penelope dan Artemis pun langsung dihadang oleh segerombola n pemabuk di St Giles. Beruntung mereka diselamatkan oleh sosok misterius berkostum harlequin, Ghost of St Gilles.
Dari pertemuan singkatnya dengan The Ghost, Artemis menemukan sebuah cincin antik yang ia percaya adalah milik the ghost. Artemis curiga bahwa cincin itu adalah milik seorang bangsawan. Berarti Ghost St Giles adalah seorang bangsawan? Dan mungkinkah The Ghost tak lain adalah The Duke of Wakefield yang terkenal kaku dan dingin dan sangat berpengaruh.
Artemis pun berniat memanfaatkan pengetahuannya tentang identitas The Ghost of St Giles untuk menolongnya membebaskan kembarannya, Apollo. Ceritanya kakak kembar Artemis yang bernama Apollo dianggap sakit jiwa dan telah membunuh tiga orang temannya. Apollo pun dikurung di Bethlem Royal Hospital alias Bedlam, rumah sakit jiwa. Dalam buku ini ada beberapa adegan Apollo di Bedlam, ya ampun tempatnya betul-betul gak manusiawi banget. Merinding membacanya!
Untuk membebaskan Apollo, Artemis memerlukan bantuan dari orang yang berpengaruh. Siapa lagi kalau bukan Maximus? Apalagi Artemis mengetahui rahasia Maximus dan tidak segan untuk membongkarnya ke publik jika Maximus menolak permintaannya. Lalu apakah Maximus akan membebaskan Apollo? Lalu apakah kaitan Apollo dengan pembunuh orang tua Maximus? Siapa sebanarnya pembunuh orang tua Maximus? Dan bagaimana kemudian Maximus dan Artemis
Wuih, membaca The Duke of Midnight seperti layaknya naik roller coaster 😀 Elizabeth Hoyt sangat piawai memainkan emosi pembacanya melalui alur cerita yang menarik dan karakter yang memikat.
Meskipun awalnya terkesan lemah dan patuh, namun sesuai dengan namanya, Sang Dewi Pemburu, Artemis adalah sosok heroine yang kuat dan pantang menyerah. Artemis tidak mengeluh, tapi juga tidak pasrah dengan keadaan hidupmnya. Artemis rela melakukan apa saja demi orang yang ia cintai, termasuk berani memeras seorang duke yang jauh lebih kuat dan berkuasa dari dirinya, demi menyelamatkan sang kakak. Namun, Artemis juga mendambakan cinta dan keluarga, sedih juga membacanya karena Artemis merasa impian-impiannya tersebut sirna selamanya.
T okoh sang hero Maximus mungkin akan lebih sedikit susah untuk disenangi. Maximus dilukiskan sebagai seorang yang sangat dingin, bahkan hampir tidak berperasaan. Tokoh Maximus ini sangat mirip dengan sosok ksatria malam, Batman, mulai dari kisah terbunuhnya orang tuanya sampai pembantu setianya yang mengingatkanku dengan Alfred dalam Batman. Terkadang kita dapat melihat sisi lembut Maximus, terutama dalam interaksinya dengan adik perempuannya yang hampir buta, Lady Phoebe.
Tokoh-tokoh lain yang menghiasi buku ini juga tidak kalah menariknya dari kedua tokoh utama. Favoritku adalah Lady Phoebe, adik Maximus yang hampir buta ini memiliki kualitas sebagai heroine, mudah-mudahan Elizabeth Hoyt bakal menulis buku tentang Lady Phoebe. Kita dibuat bertanya-tanya siapa sebenarnya tokoh antagonis yang membunuh orang tua Maximus.
Sayangnya menurutku, kisah cinta Artemis dan Maximus justru menjadi titik lemah dari buku ini. Artemis dan Maximus memang soulmate. Artemis memberi kehangatan pada Maximus yang dingin dan tidak percaya pada cinta, dan Maximus melindungi Artemis dan membuatnya bermimpi lagi. Mereka melengkapi satu sama lain. Akan tetapi sebagai besar cerita mereka berkembang di ranjang (yep buku ini memang punya banyak adegan panasnya!,). Aku sebenarnya mengharapkan lebih banyak interaksi antara Artemis dan Maximus. Jurnal Happily Ever After juga kurang senang dengan epilog buku ini sama sekali bukan tentang Artemis dan Maximus melainkan langsung beralih ketiga tokoh baru yang sepertinya akan menjadi bintang di seri Elizabeth Hoyt berikutnya. Padahal menurutku masih ada beberapa hal yang belum terselesaikan. Di samping kekurangannya tersebut, buku ini benar-benar menghibur dan layak dibaca oleh para pecinta romance sekalian, khususnya penggemar historical romance.
Mengingat Duke of Midnight baru aja rilis Oktober ini, maka pecinta romance sekalian sepertinya harus sabar menunggu lama untuk bisa menikmati versi bahasa Indonesianya. Jurnal Happily Ever After juga kurang tahu apakah buku-buku dari seri Maiden Lane ini sudah ada yang dialihbahasakan ke bahasa Indonesia. Pas bulan lalu mampir ke toko buku, juga gak nemu.
Tapi buat pecinta romance yang sudah penasaran dan gak sabar ingin membaca gimana sih romantisnya seri Maiden Lane ini, Jurnal Happily Ever after punya ebook bahasa Inggris, Wicked Intentions (buku pertama seri Maiden Lane),
untuk seorang pecinta romance yang beruntung. Caranya gampang, cukup tinggalkan komentar dalam posting ini dan ceritakan tentang buku historical romance favoritmu. O ya, jangan lupa untuk ngecek terus blog ini ya! Soalnya Jurnal Happily Ever After punya banyak giveaway menarik buat pecinta romance sekalian.
All right stay in love, stay happy.